Akhir-akhir ini hangat dibicarakan eksekusi hukuman mati, seakan menjadi polemik yang tidak pernah berakhir di tengah obrolan warga, dibeberapa tempat ngopi, kafe, arisan ibu-ibu, sampai di pojok kantin kampus, selama itu pula sangat wajar selalu lahir pro dan kontra. Banyak pihak menyatakan bahwa ternyata tidak diketemukan korelasi sebab-akibat yang signifikan, antara hukuman mati dan efek jera, hal ini didukung bukti empiris, setelah diterapkan eksekusi mati bagi terpidana kasus narkoba beberapa tahun lalu, sempat menyurutkan tindak pidana narkoba di negeri ini, namun demikian hal ini tidak berlangsung lama, kembali terjadi, bahkan bisa dikatakan ada peningkatan yang relatif tinggi dibanding sebelumnya terhadap kejahatan narkoba dimaksud. Dengan demikian efek jera sekedar berlaku sesaat pasca diterapkan hukuman mati.
Sementara di beberapa kalangan menyetujui hukuman mati seharusnya tidak sekedar diterapkan untuk kejahatan narkoba saja, karena praktek di lapangan untuk kejahatan korupsi belum pernah diterapkan hukuman mati. Bukan pekerjaan yang mudah untuk mengubah negeri yang masih berpredikat juara ke 3 terkorup se-Asia menjadi negeri yang bersih, jika hukuman koruptor masih bisa di negosiasikan bagai transaksi jual-beli apartemen. Penulis melihat seharusnya bukan sekedar dari efek jera yang ingin dicapai pasca diterapkan hukuman mati, tapi setidaknya lebih dulu menekankan pada pembenahan system, penguatan nilai moralitas dan peningkatan kualitas sumber daya manusia pada penegak hukum negeri ini (polisi, jaksa, hakim, advokat).
Terlepas dari kasus teroris Bom Bali, tanpa bermaksud mengarahkan & menyimpulkan opini publik baik secara tegas maupun diam-diam, sejenak kita cermati bukankah kelahiran, kematian dan rejeki tidak dapat di design oleh manusia ? kalaupun dapat, itu samasekali tidak dengan cara wajar dan alami, oleh karena itu nyawa manusia tidak dibenarkan dapat dicabut oleh manusia !
Di banyak negara maju sudah meninggalkan hukuman mati, dan menggatikannya dengan hukuman maksimal penjara seumur hidup, hanya saja di negeri ini hukuman seumur hidup memiliki potensi disalah terapkan, ambil contoh narapidana di lapas Cipinang membagikan pengalamannya, nyaris semua permintaan narapidana bisa diatur, mulai dari fasilitas tidur, makanan, sampai urusan persewaan kelamin untuk tujuan (maaf-red.) menyempurnakan pelampiasan biologis. Akhirnya perlu disadari dan dipahami semua pihak, bahwa masa transisi ini dapat berjalan lamban jika tidak diikuti dengan sikap serius memberantas sampai ke akar-akarnya.